Untuk mengenyam pendidikan bagi anak dari keluarga prasejahtera saja sudah sulit, bagaimana dengan pendidikan bagi anak penyandang disabilitas dari keluarga prasejahtera?
Setiap perjuangan rasanya dua sampai tiga kali lipat lebih besar dari perjuangan orang normal. Terlebih, jika fasilitas layak tak mereka dapatkan.
Ini Syahroni (10 tahun). Salah satu anak dari jutaan jiwa penyandang disabilitas di Indonesia. Ia lahir tanpa kedua kakinya sehingga beberapa kali mengandalkan badan atau kedua tangannya untuk berjalan.
Jika teman-temannya membutuhkan 50 langkah untuk berjalan, Syahroni butuh 2-3 langkah terseok menggunakan badannya. Tak lupa untuk tetap menggunakan celana (meski tak punya kaki) agar badannya tidak terluka ketika berjalan.
Jika lelah dan tak kunjung sampai, ia menggunakan kedua tangannya sebagai pengganti langkah kaki agar dapat menyamakan langkah teman seusianya.
Ini baru satu contoh perjuangan dari difabel seperti Syahroni. Di luar sana, banyak anak-anak difabel lain dengan perjuangannya masing-masing melawan keterbatasannya dan berusaha mengimbangi anak normal agar tidak tertinggal.
Tak hanya keterbatasan lahiriyah, keterbatasan ekonomi juga seringkali jadi penghambat perjuangan mereka menempuh pendidikan yang layak.
Sahabat, yuk kita bantu adik-adik difabel kita yang sedang berjuang menempuh pendidikan agar mendapat fasilitas dan pemenuhan kebutuhan yang layak.